Skip to content Skip to navigation

Perpustakaan, Literasi, dan Teknologi : Sarana Pengetahuan Milik Rakyat yang Menyejahterakan

oleh
WIEN MULDIAN
 
Perpustakaan jelas bukan fasilitas baru yang ada di publik kita. Dalam sejarahnya, perpustakaan sudah tumbuh sejak dua abad yang lampau di Indonesia, dan lalu mengorganisasi pada awal abad ke-20, beriring dengan kesadaran akan kebangsaan  di zaman pergerakan organisasi-organisasi modern milik pribumi. Dalam birokrasi Indonesia, perpustakaan kemudian tumbuh membentuk institusi yang sangat hierarkis, dengan aparaturnya yang dibedakan atas fungsional dan struktural. Pada praktiknya, justru pengelola perpustakaan mengambil peran ’dilayani’ oleh masyarakat, dan bukan melayani kebutuhan informasi yang diinginkan publik. Itu yang terjadi di sebagian besar perpustakaan di Indonesia.
 
Berangkat dengan kebutuhan informasi masyarakat, idealnya perpustakaan dapat mengikuti perkembangan kebudayaan dan pengetahuan yang sedang terjadi. Perpustakaan harus mengambil peran sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan publik yang dilayaninya. Bila ia perpustakaan sekolah, harus dapat mendukung pengajaran yang diterima siswa, bila ia perpustakaan umum, harus dapat menampung keingintahuan masyarakat akan pengetahuan.
 
Perpustakaan yang Berpihak
 
Mengelola perpustakaan bukanlah aktivitas sepihak dari sisi pengelola saja. Kesadaran pengelola untuk mengikuti perkembangan, arah, capaian dan nilai-nilai yang sedang terjadi di masyarakat adalah peran penting untuk merangkul masyarakat pengguna perpustakaan, sebagai pihak lain yang terlibat di perpustakaan. Partisipasi dapat dikembangkan dengan melibatkan pengguna perpustakaan, yang kemudian dikenal dengan sebutan pemustaka, dalam memberikan usulan koleksi, menyusun program kegiatan, memanfaatkan fasilitas yang tersedia. Secara teknis, pada awalnya, angket dan kuesioner dapat diedarkan ke masyarakat untuk mendapatkan masukan, dan pada tingkat yang lebih jauh, pemustaka dilibatkan dalam tahap-tahap pengembangan aktivitas di perpustakaan. 
 
Bagaimana pun, tanpa peran aktif masyarakat pengguna perpustakaan yang merasakan manfaat koleksi dan fasilitas perpustakaan, sebuah perpustakaan hanya menjadikan dirinya gudang dengan sekian banyak buku di antara rak berdebu yang tidak pernah disentuh. Keadaan tersebut saat ini yang banyak terlihat di perpustakaan-perpustakaan yang ada di Indonesia. Bila birokrasi perpustakaan belum tersadarkan, maka tugas masyarakat untuk mengingatkan secara terus menerus pentingnya institusi perpustakaan memberikan pelayanan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
 
Membangun Partisipasi Parapihak
 
Perpustakaan dalam pengembangannya ke depan haruslah melibatkan banyak pihak, bukan hanya sekedar urusan pengelola dan institusi yang membawahinya. Dalam hal ini; Pertama, perpustakaan dituntut untuk mendukung kegiatan pendidikan dan literasi masyarakat dalam aktivitas rutinnya. Bukan lagi sekedar pelayanan bahan bacaan yang dibutuhkan pemustaka semata; 
 
Kedua, perpustakaan, dalam tingkat yang paling sederhana berbentuk Perpustakaan Masyarakat dan Taman Bacaan, maupun yang mengikuti perkembangan pengetahuan yang lebih maju dalam bentuk Community Learning Center haruslah mengedepankan hakikat belajar, membaca dan menulis dalam konteks realitas kontemporer. Semua disesuaikan dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat yang dilayaninya.
 
Ketiga, manajemen informasi di perpustakaan selain berbasis pengembangan koleksi dan sebaran pemustaka yang dilayani, juga mengikuti perkembangan model pelayanan perpustakaan yang inovatif, tidak konvensional semata. Hal ini harus didukung dengan penguatan sumber daya perpustakaan yang ada. 
 
Keempat, aktivitas literasi berbasis perpustakaan juga ditempatkan dalam posisi penting, harus ada sumber daya manusia yang mengerjakan, dukungan partisipasi parapihak, kreasi program dan kegiatan serta yang sangat berperan adalah dukungan pendanaan.
 
Kelima, pemasaran sosial perpustakaan yang tidak hanya dalam bentuk media cetak, dan media audio visual, tetapi sudah masuk ke wilayah kemitraan dengan parapihak dalam berbagai kegiatan dan aktivitas yang dilakukan di perpustakaan. Bila hal ini telah terjadi maka aktivitas perpustakaan dengan sendirinya telah menjadi salah satu unsur dari pemasaran sosial itu sendiri.
 
Keenam, komitmen teknologi informasi yang mendukung perpustakaan, hal ini menyesuaikan pesatnya perkembangan  teknologi secara umum. Dalam posisi ini, perpustakaan harus dapat memilah serapan teknologi yang membanjir dan kemudian menyediakannya sebagai layanan perpustakaan. Juga dapat memahami keberadaan teknologi untuk manajemen perpustakaan yang ada, seperti yang tidak berbayar seperti: Senayan Library Information Management System (SLiMS), Athenaeum, WIN ISIS dan CDS ISIS atau yang komersial seperti ALICE dan NCI Bookman. Selain itu juga ada teknologi yang digunakan sebagai media sebaran pemasaran informasi seperti surel, situs web, chat, online archives, online databases dan online forum. Untuk online forum yang interaktif sekarang sudah banyak tersedia media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Youtube, Whatsapp, Instagram, dan lain-lain. Di dunia perpustakaan pun mulai berkembang teknologi informasi dengan penguatan partisipasi pustakawan, pemustaka dan masyarakat umum dalam pengembangan pengetahuan. Konsep ini dikenal dengan Library 2.0, yang merupakan pengembangan dari Web 2.0 yang berbasis internet dan intranet, bahkan sekarang sudah masuk ke pengembangan Library 3.0.
 
Ketujuh, dalam upaya menuju perpustakaan yang mendukung masa depan masyarakat menjadi lebih baik harus ada komitmen dari birokrasi dan lobi pada parlemen, juga diperlukan partisipasi dari dunia usaha dan industri serta kreativitas dari pustakawan dan pemustaka. Ketika semua sudah dapat berjalan, maka secara tidak langsung akan terjadi gerakan bersama menuju masyarakat yang mengelola informasi yang dimilikinya dengan baik. Semoga tidak menjadi sekadar omongan semata.
 
Literasi Informasi Masyarakat
 
Lebih lanjut untuk memahami kebutuhan informasi masyarakat, literasi informasi yang sebelumnya dikenal dengan melek informasi (information literacy), sebagai sebuah konsep pengembangan kebutuhan masyarakat akan informasi menjadi penting saat ini. Bicara literasi informasi, berarti bukan cuma aktivitas membaca saja. Sebagai bagian dari perkembangan pendidikan modern, dibutuhkan kemampuan dan keterampilan yang saling berhubungan dalam memahami informasi. Dalam pertemuan internasional yang difasilitasi UNESCO tahun 2003, yang dikenal dengan Deklarasi Praha, disebutkan ’Information Literacy encompasses knowledge of one’s information concerns and needs, and the ability to identify, locate, evaluate, organize and effectively create, use and communicate information to address issues or problems at hand; it is aprerequisite for participating in the Information Society, and is part of the basic human right of lifelong learning.’ 
 
Dalam penjabarannya, literasi informasi memiliki lima komponen penting yang saling terkait. Pertama, Literasi Dasar (Basic Literacy), yaitu kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara, mendengarkan dan menghitung. Dalam upaya mengajarkan berbagai kemampuan dasar di atas kepada anak, sayangnya pendidikan di Indonesia saat ini terlalu menjejalkan sekian banyak pengetahuan dan lemah dalam penguatan logika dan runtutan berpikir. Pengajaran lebih banyak menghafal dari pada mengembangkan penulisan, berbicara, memaknai teks dan kreativitas. 
 
Kedua, Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yaitu kemampuan lanjutan untuk bisa mengoptimalkan informasi yang ada. Pemahaman tentang keberadaan perpustakaan sebagai salah satu akses mendapatkan informasi belum optimal dikembangkan di Indonesia. Masih banyak persepsi yang ada di Indonesia, bahwa perpustakaan hanya sebagai institusi dan gedung. Justru sangat penting saat ini mengubah paradigma lama ini. Pada dasarnya literasi perpustakaan, antara lain, memberikan pemahaman bedanya bacaan fiksi dan non fiksi, bagaimana memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami sistem Dewey Decimal Classification sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan atau mengatasi masalah. 
 
Ketiga, Literasi Media (Media Literacy), yaitu kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media radio, media televisi, media internet, dan kemudian memahami tujuan dalam menggunakannya. Secara gamblang saat ini bisa dilihat di masyarakat kita, media lebih sebagai hiburan semata. Kita belum terlalu jauh memanfaatkan media sebagai alat untuk pemenuhan informasi akan pengetahuan dan memberikan persepsi positif dan menambah pengetahuan. 
 
Keempat, Literasi Teknologi (Technology Literacy), yaitu kemampuan memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti: perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Berikutnya dapat memahami teknologi untuk mencetak, presentasi dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta menjalankan program perangkat lunak. Dengan banjirnya informasi lantaran perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat. 
 
Kelima, Literasi Visual (Visual Literacy), adalah pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang setiap hari membanjiri kita, baik dalam bentuk tercetak, di televisi maupun internet, harus terkelola dengan baik. Bagaimana pun di dalamnya banyak manipulasi dan hiburan yang benar-benar bisa disaring berdasar etika dan kepatutan.
 
Gaya Hidup, Komunitas, dan Pengetahuan
 
Kelima komponen literasi informasi yang telah dijabarkan panjang lebar di atas adalah titik tolak penting dalam menafsirkan pengelolaan perpustakaan dewasa ini. Perpustakaan dapat mengembangkan aktivitas tidak hanya dalam taraf literasi dasar saja. Dengan pengetahuan berdasar kearifan lokal di mana perpustakaan berada, koleksi perpustakaan dan aktivitas pembelajaran disesuaikan dengan kultur setempat. Jadikan perpustakaan bagian dari keseharian masyarakat, dan kemudian dikembangkan sebagai gaya hidup yang positif.
 
Perpustakaan dapat mengembangkan ruang-ruang aktivitas yang tersedia dan fasilitas berdasar kebutuhan yang disesuaikan dengan perkembangan literasi informasi masyarakat yang dilayaninya. Adalah penting merangkul komunitas-komunitas yang ada di dalam masyarakat dan memenuhi keinginan positif mereka dalam memanfaatkan perpustakaan. Kegiatan seperti: diskusi buku, temu pengarang, kelas menulis, English club, kelas keterampilan, dialog, bahkan seminar ilmiah dan berbagai workshop harus didukung. 
 
Di sini peran penting perpustakaan sebagai pusat belajar masyarakat. Membangun partisipasi sebanyak mungkin masyarakat dalam memanfaatkan perpustakaan adalah bagian dalam merayakan pengetahuan, yang kemudian akan masuk ke upaya menyejahterakan masyarakat. Ini lah cita-cita menjadikan perpustakaan bukan milik segelintir birokrasi bahkan selebriti saja, tapi milik rakyat yang sebenar-benarnya.
 
WIEN MULDIAN adalah Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta, Pelaksana Harian Gerakan Literasi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Wakil Ketua Satgas Gerakan Literasi Sekolah, Ketua 1 Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia, Pendiri dan Penasehat Forum Taman Bacaan Masyarakat, Pendiri Forum Indonesia Membaca, Pegiat di Institut Literasi Indonesia dan Penggerak Jaringan Literasi Indonesia.

Add new comment

Plain text

  • No HTML tags allowed.
  • Web page addresses and e-mail addresses turn into links automatically.
  • Lines and paragraphs break automatically.
CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
Image CAPTCHA
Enter the characters shown in the image.